Jumat, 10 November 2023

Brata 2

Nama Brata berkedip kedip di layar telpon genggam Kania. Kania yang sedang tidur siang langsung terjaga dan segera menekan tombol hijau pada telponnya. Terburu-buru, takut Brata menunggu lama.

"Ya pak"
"Sedang apa Kania? tidur siang ya?"
"Iya, aku ketiduran. Ada apa pak?"
"Temani saya makan siang yuk, di mall biasa"

Kania melirik jam di dinding, pukul 1 siang, Kania butuh satu jam untuk bersiap dan sampai di mall tempat dia biasa bertemu Brata

"Bapak belum makan? sudah siang loh pak ini"
"Iya, baru selesai meeting, bisa ya Kania..." suara Brata sedikit memelas merayu Kania

Duhlah, mana sanggup Kania menolak. Bahkan kalau boleh jujur, Kania selalu menunggu telpon dari Brata, Kania selalu menunggu ajakan Brata untuk bertemu.

"Baiklah, satu jam lagi aku sampai, masih kuat kan? takutnya pingsan karna lapar" canda Kania
Brata terkekeh,
"Kalau kamu masih terus bicara dan tidak segera menemui saya, sepertinya saya bisa pingsan kelaparan Kania"
Kania nyengir,
"Baik, tunggu aku ya pak, jangan lirik-lirik ya sebelum aku datang"
Brata kembali terkekeh 
"Naik taksi saja Kania, biar cepat"
"Siap pak" 
Kania tahu Brata sedang tersenyum di seberang sana setelah mendengar jawaban Kania, sebelum sedetik kemudian memutus sambungan telpon

Kania langsung melompat dari tempat tidurnya, mandi secepat kilat dan berpakaian. Kania tidak butuh waktu lama untuk memilih pakaian, Kania sudah tahu harus memakai apa. Brata paling suka melihatnya memakai rok selutut. Rok coklat muda dan kaos ketat putih polos menjadi pilihan Kania. Kania mematut dirinya di cermin. Ok, sudah siap, 

Kania memang hanya butuh mandi dan berpakaian. Tidak seperti gadis-gadis lain, Kania tidak suka menggunakan make up. Dan hal itu juga yang membuat Brata menyukai Kania. Wajah polos Kania yang tanpa sapuan make up sedikitpun

Siang ini jalanan lumayan padat, Kania gelisah di taksinya. Ingin segera tiba di tujuan. Ingin segera memandang wajah Brata. Ingin segera mendengar tawa renyah Brata.
Sungguh Kania sudah benar benar jatuh cinta pada Brata, suami perempuan lain. Perempuan yang Kania tidak tahu wajahnya, ataupun namanya.

Saat pertemuan kedua mereka di hotel minggu lalu, Brata pernah menunjukkan koleksi fotonya pada Kania, dan tidak satupun foto istrinya muncul. Kania penasaran. Ketika Brata meninggalkan Kania bersama laptopnya yang masih membuka folder foto, Kania tetap melihat foto-foto di folder itu, berharap bisa menemukan foto seorang perempuan disana.

Kania penasaran, perempuan cantik mana yang berhasil mencuri hati seorang Brata. Brata memang tidak terlalu tampan, namun perpaduan fisiknya, suaranya, kepandaiannya, wibawanya, mampu membuat perempuan manapun akan sangat mudah tergoda pada Brata, jatuh cinta pada Brata. Dan Kania tahu, hanya perempuan cantik dan juga pintar yang bisa merebut hati Brata.

Kania masih mencari foto perempuan itu, istri Brata. Tapi kemudian memutuskan, lebih baik Kania tidak tahu wajah dari istri Brata, toh Kania bukan siapa-siapa Brata, bertemu-pun baru dua kali. Salah Kania, kenapa terlalu mudah jatuh cinta pada Brata

"Masih mandangin foto saya?" Kania terlonjak, sedetik kemudian tersenyum
"Sini Kania" lanjut Brata, sambil menepuk lembut sofa disampingnya
Kania berdiri dari meja kerja, dan pindah ke samping Brata
"Saya orderin makan ya Kania, kamu pasti sudah lapar lagi"
"Eh, aku masih kenyang pak, kan tadi kita baru makan" tolak Kania
"Tadi kan makan siang Kania, sekarang sudah sore, kamu mau ngemil apa?"
"Tapi aku masih kenyang pak, kalau makan lagi, aku makin gendut nanti" 
Brata mendelik hingga membuat wajahnya menjadi lucu

"Apanya yang gendut?" 

Kania yang tadinya tertawa karna melihat ekspresi lucu Brata, tiba-tiba terdiam. Jantung Kania berdebar kencang, seperti ribuan kurcaci sedang menabuh ribuan genderang, wajah Kania pias ketika dia merasakan jemari Brata memegang lembut dagunya,

"Pipinya tirus, hidungnya juga mancung, mata dan alis, sempurna" Kania masih mematung, mencoba menata deru di dadanya

"Bibirnya..." kalimat itu menggantung, Brata mengecup lembut bibir Kania,

Sekali, dua kali, tiga kali, Kania tetap diam. Ketika ciuman itu tiba-tiba berubah menjadi cepat dan terburu-buru, Kania tetap diam, membiarkan dan tidak membalas. Kania terpaku. Pelan tangan Brata menyibak rambut panjang Kania, lalu bibir yang biasanya mengeluarkan suara berat itu pindah ke leher Kania. Tangan Brata lembut mendorong bahu Kania, hingga tubuh Kania sempurna rebah di sofa, Kania masih diam tanpa respon, mempersilahkan bibir Brata bermain di leher dan bibirnya, hingga akhirnya serangan itu berhenti.

Brata kembali ke posisi duduknya, pun Kania, mereka sama-sama diam, tidak ada yang mau memulai bersuara. Kania masih terlalu sibuk menenangkan debar di jantungnya. Hingga akhirnya Brata yang memulai kembali percakapan.

"Kamu punya pacar Kania?" 
"Hmmm, punya" sahut Kania sambil mencoba tersenyum
"Tentu pacar kamu akan marah kalau tau kamu sedang berdua dengan lelaki di kamar hotel"
Kania tersenyum, "pacar aku sangat percaya aku pak, dia tidak pernah bertanya kalau aku tidak cerita"

Demi melihat senyum Kania, Brata balas tersenyum. Brata lega mendapati Kania tidak marah atas perbuatannya tadi. Walau Brata penasaran, kenapa Kania tidak membalas ciumannya, karna Brata yakin, Kania menyimpan rasa padanya.

"Mba, sudah sampai mba" supir taksi membuyarkan lamunan Kania.

Kania segera membayar ongkos taksinya, mengucapkan terima kasih, dan bergegas menuju resto tempat Brata menunggu.

Debaran jantung Kania kembali tak beraturan saat mendapati Brata sudah menunggunya dengan senyuman

***