Jumat, 10 November 2023

Brata 2

Nama Brata berkedip kedip di layar telpon genggam Kania. Kania yang sedang tidur siang langsung terjaga dan segera menekan tombol hijau pada telponnya. Terburu-buru, takut Brata menunggu lama.

"Ya pak"
"Sedang apa Kania? tidur siang ya?"
"Iya, aku ketiduran. Ada apa pak?"
"Temani saya makan siang yuk, di mall biasa"

Kania melirik jam di dinding, pukul 1 siang, Kania butuh satu jam untuk bersiap dan sampai di mall tempat dia biasa bertemu Brata

"Bapak belum makan? sudah siang loh pak ini"
"Iya, baru selesai meeting, bisa ya Kania..." suara Brata sedikit memelas merayu Kania

Duhlah, mana sanggup Kania menolak. Bahkan kalau boleh jujur, Kania selalu menunggu telpon dari Brata, Kania selalu menunggu ajakan Brata untuk bertemu.

"Baiklah, satu jam lagi aku sampai, masih kuat kan? takutnya pingsan karna lapar" canda Kania
Brata terkekeh,
"Kalau kamu masih terus bicara dan tidak segera menemui saya, sepertinya saya bisa pingsan kelaparan Kania"
Kania nyengir,
"Baik, tunggu aku ya pak, jangan lirik-lirik ya sebelum aku datang"
Brata kembali terkekeh 
"Naik taksi saja Kania, biar cepat"
"Siap pak" 
Kania tahu Brata sedang tersenyum di seberang sana setelah mendengar jawaban Kania, sebelum sedetik kemudian memutus sambungan telpon

Kania langsung melompat dari tempat tidurnya, mandi secepat kilat dan berpakaian. Kania tidak butuh waktu lama untuk memilih pakaian, Kania sudah tahu harus memakai apa. Brata paling suka melihatnya memakai rok selutut. Rok coklat muda dan kaos ketat putih polos menjadi pilihan Kania. Kania mematut dirinya di cermin. Ok, sudah siap, 

Kania memang hanya butuh mandi dan berpakaian. Tidak seperti gadis-gadis lain, Kania tidak suka menggunakan make up. Dan hal itu juga yang membuat Brata menyukai Kania. Wajah polos Kania yang tanpa sapuan make up sedikitpun

Siang ini jalanan lumayan padat, Kania gelisah di taksinya. Ingin segera tiba di tujuan. Ingin segera memandang wajah Brata. Ingin segera mendengar tawa renyah Brata.
Sungguh Kania sudah benar benar jatuh cinta pada Brata, suami perempuan lain. Perempuan yang Kania tidak tahu wajahnya, ataupun namanya.

Saat pertemuan kedua mereka di hotel minggu lalu, Brata pernah menunjukkan koleksi fotonya pada Kania, dan tidak satupun foto istrinya muncul. Kania penasaran. Ketika Brata meninggalkan Kania bersama laptopnya yang masih membuka folder foto, Kania tetap melihat foto-foto di folder itu, berharap bisa menemukan foto seorang perempuan disana.

Kania penasaran, perempuan cantik mana yang berhasil mencuri hati seorang Brata. Brata memang tidak terlalu tampan, namun perpaduan fisiknya, suaranya, kepandaiannya, wibawanya, mampu membuat perempuan manapun akan sangat mudah tergoda pada Brata, jatuh cinta pada Brata. Dan Kania tahu, hanya perempuan cantik dan juga pintar yang bisa merebut hati Brata.

Kania masih mencari foto perempuan itu, istri Brata. Tapi kemudian memutuskan, lebih baik Kania tidak tahu wajah dari istri Brata, toh Kania bukan siapa-siapa Brata, bertemu-pun baru dua kali. Salah Kania, kenapa terlalu mudah jatuh cinta pada Brata

"Masih mandangin foto saya?" Kania terlonjak, sedetik kemudian tersenyum
"Sini Kania" lanjut Brata, sambil menepuk lembut sofa disampingnya
Kania berdiri dari meja kerja, dan pindah ke samping Brata
"Saya orderin makan ya Kania, kamu pasti sudah lapar lagi"
"Eh, aku masih kenyang pak, kan tadi kita baru makan" tolak Kania
"Tadi kan makan siang Kania, sekarang sudah sore, kamu mau ngemil apa?"
"Tapi aku masih kenyang pak, kalau makan lagi, aku makin gendut nanti" 
Brata mendelik hingga membuat wajahnya menjadi lucu

"Apanya yang gendut?" 

Kania yang tadinya tertawa karna melihat ekspresi lucu Brata, tiba-tiba terdiam. Jantung Kania berdebar kencang, seperti ribuan kurcaci sedang menabuh ribuan genderang, wajah Kania pias ketika dia merasakan jemari Brata memegang lembut dagunya,

"Pipinya tirus, hidungnya juga mancung, mata dan alis, sempurna" Kania masih mematung, mencoba menata deru di dadanya

"Bibirnya..." kalimat itu menggantung, Brata mengecup lembut bibir Kania,

Sekali, dua kali, tiga kali, Kania tetap diam. Ketika ciuman itu tiba-tiba berubah menjadi cepat dan terburu-buru, Kania tetap diam, membiarkan dan tidak membalas. Kania terpaku. Pelan tangan Brata menyibak rambut panjang Kania, lalu bibir yang biasanya mengeluarkan suara berat itu pindah ke leher Kania. Tangan Brata lembut mendorong bahu Kania, hingga tubuh Kania sempurna rebah di sofa, Kania masih diam tanpa respon, mempersilahkan bibir Brata bermain di leher dan bibirnya, hingga akhirnya serangan itu berhenti.

Brata kembali ke posisi duduknya, pun Kania, mereka sama-sama diam, tidak ada yang mau memulai bersuara. Kania masih terlalu sibuk menenangkan debar di jantungnya. Hingga akhirnya Brata yang memulai kembali percakapan.

"Kamu punya pacar Kania?" 
"Hmmm, punya" sahut Kania sambil mencoba tersenyum
"Tentu pacar kamu akan marah kalau tau kamu sedang berdua dengan lelaki di kamar hotel"
Kania tersenyum, "pacar aku sangat percaya aku pak, dia tidak pernah bertanya kalau aku tidak cerita"

Demi melihat senyum Kania, Brata balas tersenyum. Brata lega mendapati Kania tidak marah atas perbuatannya tadi. Walau Brata penasaran, kenapa Kania tidak membalas ciumannya, karna Brata yakin, Kania menyimpan rasa padanya.

"Mba, sudah sampai mba" supir taksi membuyarkan lamunan Kania.

Kania segera membayar ongkos taksinya, mengucapkan terima kasih, dan bergegas menuju resto tempat Brata menunggu.

Debaran jantung Kania kembali tak beraturan saat mendapati Brata sudah menunggunya dengan senyuman

***


Rabu, 04 Agustus 2021

Brata

Kania melirik telpon genggamnya yang bergetar, nomor tidak dikenal. Kania malas meresponnya, biasanya telemarketing bank yang menelpon. Tapi sedetik kemudian Kania memutuskan mengangkat telpon tersebut, khawatir ada yang penting.


"Halo"
"Apa kabar Kania?" deg, suara berat itu
"Kabar baik pak, bapak apa kabar?"
"Kamu masih simpan nomorku?"  pertanyaan Kania dijawab dengan pertanyaan lain
"Tidak pak, aku masih kenal suara bapak", terdengar tawa renyah dari seberang sana, dan obrolan pun mengalir begitu saja. Ketika akhirnya Brata menutup telponnya, Kania terdiam. Setelah bertahun-tahun, siapa sangka Kania akan mendengar lagi suara itu. Suara yang dulu mengisi sebagian hari-hari Kania.

-----------------------------------------------------

"Pak, saya sudah di depan ballroom ya"
"Tunggu sebentar ya, saya baru selesai meeting di atas"
"Baik pak" Kania menutup telpon genggamnya.
Kemarin siang Brata tiba-tiba menelponnya, memintanya datang ke hotel ini. Kantor yang dipimpinnya, akan lauching product baru besok di hotel ini, dan beliau mengaku kekurangan personil di bagian acara lalu meminta Kania untuk membantu. Kania menyanggupi. Kania mengenal Brata minggu lalu, saat interview di kantor Brata. Jadi waktu Brata menelpon Kania, Kania sangat senang, dan beraharap ini sinyal kalau dia diterima bekerja di kantor Brata.

"Maaf menunggu lama ya Kania"
"Tidak apa-apa pak"
"Kelamaan ya? sampai order teh dan snack segala" kata Brata lagi, demi melihat meja didepan Kania
"Tadi dikasih sama petugas hotel, katanya dari bapak-bapak yang lagi seminar disini" Brata menoleh, dan mendapati beberapa pria seumurannya yang sedang coffee break dan terseyum ke arah Kania.
"Kamu ya, baru sebentar, sudah ada yang lirik, lalu kenapa tidak diminum?"
"Takut pak" Kania tertawa, Brata diam, lalu ikut tertawa
"Takut dipelet ya?"
"Takut pingsan" mereka tertawa lagi
"Ke kamar yok, saya sudah buka kamar"
"Eh, gimana maksudnya pak?"
Brata tertawa, "jangan panik gitu Kania, saya buka kamar buat anak2 persiapan dan taruh barang, mereka masih dikantor, 1-2 jam lagi mereka kesini"
"Ohhh ok"
Brata kembali tertawa renyah. Duhhh, jangan ketawa terus donk pak, lama-lama ini hati gak kuat rutuk Kania dalam hati.

Sudah 2 jam dikamar, masih belum ada yang datang, Kania sendirian. Brata hanya mengantar ke kamar, lalu kembali meeting di restoran hotel. Kamarnya luas dan langsung menghadap ke kolam. Kania membuka gorden kamar lebar-lebar. Dan selama 2 jam itu juga Kania tidak mengerjakan apa-apa hanya menonton televisi, makan. Sekarang Kania mengantuk. Tapi kalau dia tidur dan tiba-tiba Brata masuk, bagaimana? bisa bahaya. Tapi Kania benar-benar mengantuk. Tidur sebentar mungkin tidak apa-apa, Kania beranjak ke kasur. Nyatanya perasaan khawatir Brata tiba-tiba datang membuatnya tidak bisa lelap, hanya mata yang terpejam. Pikirannya kemana-mana.

Suara pintu dibuka, pasti Brata. Kania harus segera bangun dari tempat tidur, terlambat, Brata sudah melihatnya.
"Tidur?"
"Maaf pak, tadi saya ngantuk banget, bapak gak kasih kerjaan, trus kasurnya manggil-manggil" lagi-lagi Brata tertawa
"Tidak apa-apa Kania, saya bingung mau kasih kamu kerjaan apa. Tapi kok tidur high heels-nya gak dilepas?"
"Buat jaga-jaga pak" Kening Brata berkerut demi mendengar jawaban Kania, "Kalau bapak tiba-tiba masuk seperti sekarang dan mau macam-macam, saya tinggal tendang bapak pakai heels, pasti sakit pak" jawab Kania dengan muka serius tapi menggemaskan. 
Demi mendengar jawaban Kania, mau tidak mau, Brata kembali tertawa, "Kania, ada-ada saja, hahaha"
Duh, debar debar di dada Kania makin terasa jelas, sepertinya tawa renyah itu makin mencuri hati Kania.

Brata lalu mengambil sandal hotel dan memberikannya ke Kania, "pakai ini Kania, biar lebih nyaman", Kania menurut, mengganti heels-nya dengan sandal hotel lalu berjalan ke arah sofa, hendak duduk disamping Brata. Ini pertemuan pertama Kania dan Brata setelah wawancara kerja di kantor Brata, namun entah kenapa, Kania nyaman didekat Brata dan seperti sudah kenal lama. Membuatnya tidak merasa cangung untuk duduk di sofa, disamping Brata. Tapi belum lagi Kania sampai di sofa, Brata tiba-tiba berdiri, menahan tawa, lalu menarik lembut tangan Kania ke arah kamar mandi. Kania yang kaget tidak sempat mengelak, tapi menurut mengikuti Brata. 

Brata membuka pintu kamar mandi yang sejak tadi tertutup rapat, memegang lembut bahu Kania dengan dua tangannya, lalu mengarahkan Kania untuk menghadap salah satu sisi kamar mandi yang dindingnya full dengan cermin. Dan Brata yang berdiri tepat dibelakang Kania tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Kania hanya diam, bingung. 
Astaga, tertawa pun dia tetap mempesoan, batin Kania. Dan mereka berdiri sangat dekat, getar-getar halus kembali menggoda hati Kania. 
Kania yang penasaran akhirnya bertanya, "bapak kenapa tertawa?"
Susah payah Brata berhenti tertawa sambil tetap berdiri dibelakang Kania. 
"Kamu bohongin saya ya Kania?"
"Bohong tentang apa pak?"
"Kamu tulis di CV kamu, tinggi kamu 166 cm, ternyata kamu hanya setinggi dada saya"
Kania yang baru paham akhirnya nyengir, "kan syarat tinggi pelamar minimum 165 cm dan harus dicantumkan di CV, daripada saya tidak lolos seleksi awal, ya sudah, saya tulis saja tinggi badan saya ditambah heels" jawab Kania lugas
"Jadi tinggi kamu cuma 155 cm?"
"156 cm" cengir Kania, dan Brata sontak kembali tertawa, tawa yang sudah benar-benar mencuri hari Kania 

Lalu sepanjang sore mereka habiskan dengan ngobrol tentang banyak hal, mulai dari kuliah hingga pacar Kania, semua Brata tanya. Sampai akhirnya Brata berkata "Saya punya istri dan dua anak", dan entah kenapa, ada sedikit kecewa yang dirasakan Kania.  Dan Brata menangkap bersit kecewa itu.

"Sudah sore Kania, kita pulang saja, anak-anak kantor baru akan kesini nanti malam"
Entah mereka benar akan datang, atau itu hanya akal-akalan Brata saja, Kania tidak peduli, Kania senang bisa menghabiskan hari bersama Brata.

Dan hari itu hanya satu dari sekian hari yang akan Kania lewati bersama Brata, karna pada akhirnya hati Kania benar-benar tertambat pada Brata, suami perempuan lain.











Banyu

"Cukup mas, aku sudah gak bisa"

"Jangan bicara begitu Nin, kamu pasti bisa maafin aku"
"Lagi?" teriak Anin, 
"Aku sudah gak bisa mas, aku bosan dengan semua pengkhianatanmu, aku sudah bosan menutup mata, aku bosan menangis sendirian sementara kamu sibuk dengan gadis-gadismu diluaran sana". 
"Tapi aku yang gak bisa kalau kamu gak ada Nin"
"Gak bisa kenapa? Karna gak ada lagi perempuan bodoh yang bisa dengan tenang melihat semua pengkhianatan kamu? Karna gak ada lagi perempuan bodoh yang tetap ada disisi kamu dan tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa? Itu mau kamu mas?"

Hening, Banyu hanya diam. Dalam hati dia menyadari, dia sudah terlalu lama menyakiti hati Anin. Tapi kali ini dia benar-benar menyesal. Dan disaat dia menyesali semua perbuatannya dan berjanji untuk setia, Anin justru berkata lelah dan tak mau lagi bertahan, lalu dia bisa apa.

Demi melihat diamnya Banyu, Anin bertambah yakin untuk benar-benar pergi, hatinya sudah lelah memaafkan Banyu berkali-kali namun tetap dikianati berkali-kali juga. Entah sudah berapa nama yang hadir didalam hubungan meraka, dari satu, dua, tiga, lalu entah berapa. Dulu Anin hapal nama-nama itu secara berurutan, sekarang tidak lagi, mungkin Anin butuh buku untuk mencatatnya. Cukup sudah, Anin sudah benar-benar muak. Walau hatinya masih menyayangi Banyu, kali ini Anin enggan untuk bertahan.  
 
Masih jelas di ingatan Anin, ketika seorang perempuana datang ke kosannya. Perempuan yang tidak begitu cantik menurut Anin, tapi cukup modist untuk ukuran perempuan seumurannya. Perempuan yang dia tidak kenal sama sekali namun tiba-tiba melabraknya begitu saja. Berteriak dan menuduh Anin sudah merebut mas Banyu darinya. Anin hanya diam dan tidak menjawab. Teman-teman kosannya yang memang sedang makan siang di kantin ibu kos, mau tidak mau ikut menyimak teriakan perempuan yg ternyata bernama Gendis itu. Ketika akhirnya Banyu datang menyusul Gendis, Banyu bukannya meluruskan, malah meminta Anin untuk mengalah.

"Gendis cemburu Nin, dia mengira kita masih ada hubungan, jadi kamu maklumin aja ya"
Hah... apa dia bilang? maklum? lalu sejak kapan kami masih atau sudah tidak ada hubungan?
"Seharusnya aku yang marah mas, bukan dia" balas Anin, 
"Jangan ngomong begitu Nin, kalau mbak-mu ini tambah ngambek, mas yang repot" 
Anin melotot demi mendengar ucapan Banyu, "tolong bawa dia pergi mas, aku gak mau jadi tontonan seperti ini, kalau dia butuh penjelasan, silahkan mas jelaskan sendiri. Terserah mas mau ngomong apa ke dia, aku gak peduli mas. Mau itu kejadian sebenarnya atau kebohongan mas, terserah, aku gak peduli"
"Ya sudah, mas pamit ya" sahut Banyu sambil mengulurkan tangan yang langsung disambut dan dicium Anin seperti biasanya. Respon yang segera Anin sesali di detik berikutnya. Kebodohan kesekian yang Anin lakukan. 

Itu baru sedikit cerita tentang kecemburuan Gendis. Cemburu hanya karna pesan kecil yang Anin tempel di pintu kamar kosan Banyu. Kertas kecil yang bertuliskan "Mas, dicari ibu". Bagian mana yang membuat dia cemburu? Karna ibu mencari mas Banyu dan menelponku? Salah sendiri, kenapa tidak minta mas Banyu untuk dikenalkan ke ibu. Lagipula mas Banyu gak akan pernah mengenalkan gadis-gadisnya ke ibu, cukup aku saja yang ibu tau. Cukup aku saja yang selalu dicari ibu kalau ibu gagal menelpon mas Banyu. Cukup aku saja yg jadi tempat ibu menitip pesan untuk mas Banyu. 

Dan bukan kali itu saja, masih banyak lagi ulah Gendis yang membuat Anin malu dan membuat hati Anin sakit. Ulah yang selalu dibela Banyu dengan alasan Gendis cemburu. Gendis yang selalu Banyu sebut ''mbak" ke Anin. Tapi Anin malas memanggilnya mbak. Gendis terlalu manja, kekanak-kanakan. Tidak mencerminkan umurnya yang 5 tahun lebih tua dibandingkan Anin.

Lain waktu, Gendis juga pernah marah waktu ibu kos mas Banyu salah menyapanya dengan nama Anin. Anin yang sedang tidur siang dan terbangun karna dering hp, langsung kaget menerima omelan Gendis. Gendis menelpon Anin menggunakan hp mas Banyu. Tapi kali itu Anin tertawa puas dan membuat Gendis makin jengkel sampai membanting hp. 

Dan itu baru tentang Gendis. Belum tentang Dhatu, Harini, Jenar, Kanaya dan entah siapa lagi. Anin malas mengingat nama-nama itu. 

Hubungan Anin dan Banyu memang aneh. Dibilang pacaran kalau Banyu sedang tidak punya perempuan lain. Lalu Anin bisa berubah menjadi adik kalau Banyu sedang dekat dengan perempuan lain atau punya pacar lain. Dan kembali lagi menjadi pacar kalau Banyu sudah bosan dengan pacar barunya. Dan itu terus berulang selama hampir satu tahun terakhir, sejak Anin memutuskan untuk menyusul Banyu ke kota ini. Satu-satunya keputusan yang akan Anin sesali seumur hidupnya.   


Rabu, 02 Agustus 2017

Rindu

Hujan,
Meluruhkan rindu yg tak pernah tau dimana harus berlabuh,
Membasahi kalbu yg kian mengabu,

Wahai...
Dimanakah...
Apakah hanya dalam mimpi yg membuatku enggan terjaga?


Entahlah,
Bertanyapun percuma...
Kau selalu ber-rahasia,
Dan menghilang sekelebat cahaya...

#catatanhati
#repost01ags2016

Selasa, 29 Maret 2016

Jangan Anggap Mertuamu Sebagai Mertua

Ya Allah,

Bingung banget mau mulai nulis darimana. Karna jujur, malem ini emosi lagi menguasai hati saya. Marah, sedih, luka jadi satu. Gak tau harus mulai darimana.

Mulai dari sini aja ya, dari kata "Ibu Mertua"
Mungkin akan ada orang yang langsung alergi denger sebutan itu. Banyak alasannya, yang intinya satu hal, gak cocok sama ibu mertua.

Saya? Kebetulan ibu mertua saya tinggal jauh di Wonogiri, setahun paling ketemu beberapa hari saja. Tapi Alhamdulillah hubungan saya dengan ibu mertua saya baik-baik saja. 
Kok bisa saya bilang baik-baik saja? kok saya PD bener?
Iya donk, buktinya sampe hari ini suami saya masih sayang sama saya. Karna buat saya, resep disayang suami cuma satu dan gampang banget, sayangi ibunya dengan tulus, dan InsyaAllah, suami pun akan melimpahi kasih sayang yang luar biasa buat kita para istri.

Trus kenapa tadi saya bilang saya marah, sedih dan luka?
Apa hubungannya dengan ibu mertua saya?
gak, gak ada hubungannya sama sekali dengan ibu mertua saya. Tapi malem ini, baru saja, ada seorang ibu mertua yang menelpon saya, curhat ke saya tentang luka yang kembali digoreskan oleh menantunya untuk kesekiankalinya. Ya Allah, marah luar biasa saya, saking marahnya, air matalah yang berlomba-lomba minta keluar, bukan lagi kata makian. Terbayang wajah sedih mamah (saya memanggil beliau yg curhat ke saya dengan sebutan "mamah"), terbayang dengan jelas dimata saya. Ini bukan kali pertama beliau disakiti, ini bukan kata pertama yang melukai.

Kenapa tega? hanya itu pertanyaan saya. Toh mamah tidak pernah meminta apa-apa. Orang tua kandung ataupun mertua, sama saja, tidak pernah meminta banyak, melihat kita bahagia saja, beliau-beliau itu sudah cukup bahagia. Klo saya pribadi, kalau memang belum bisa membahagiakan mereka, setidaknya, jangan pernah sakiti mereka. 

Dan buat kamu wahai perempuan,  
kenapa sih, apa sih yang ada dikepala kamu? 
Buata saya, sangat tidak pantas kata-kata seperti itu terucap dari mulut seorang perempuan.
Mana bisa perempuan yg jelas-jelas seorang ibu, menyakiti mertua yang adalah ibu dari suaminya. Sadarkah kamu, kamu-pun seorang ibu dari seorang anak laki-laki yang akan membuat kamu menjadi seorang ibu mertua suatu saat nanti.
Sadarkah kamu, ibu kandungmu pun punya anak laki-laki yang akan memberinya seorang menantu perempuan.

Dan yang terpenting, kamu tidak berhak menyakiti hati seorang ibu.
Ibu manapun...
Entah itu ibu kandungmu ataupun ibu mertuamu. 
Sama saja....
Jangan anggap mertuamu sebagai mertua,
Anggaplah dia sebagai ibumu sendiri,
Sayangi dia seperti ibumu sendiri,
Karna kelak kau pun akan menempati posisi itu....







Selasa, 01 Maret 2016

Kangen Nulis...

Sudah lama banget gak nulis. Tulisan terakhir lebih dari satu tahun yang lalu. Banyak momen-momen dan celotehan duo ganteng yang terlewat untuk diabadikan via tulisan.


Mas Abim,
Awal aku nulis blog, anak ini masih imut-imut. Umurnya baru 2 tahun lebih sedikit. Sekarang si ganteng ini sudah besar, sudah SD kelas 1, sudah hapal 15 surat pendek.













Dek Ibam,
sudah TK, ngomongnya juga sudah lancar. Klo dulu sering marah-marah karna aku gak ngerti dia ngomong apa, klo sekarang suka bikin emaknya ketawa karna kalimat-kalimatnya yg lucu dan tiba-tiba. Udah bisa nyanyi juga. Udah hapal beberapa surat pendek juga, beberapa? iya beberapa, emaknya gak tau pasti, secara ini anak gak mau klp diminta baca. Ntar tau-tau duduk sendiri, lantunin surat pendek, suaranya bisik-bisik. Klo diminta ulang, cuma nyengir trus kabur, bikin gemes.

Papap,
Alhamdulillah masih dan tetap setia disamping aku, tambah ganteng, tambah ndut... tambah gemesin *eehh... Dan yang paling penting, selalu support semua kegiatan positif yang aku lakukan. 


















Aku,
Alhamdulillah, masih bernapas dengan bebas dan gratis. Kabar baiknya, sudah resign kerja per 2 Nov 2015. Full dirumah sama Abim Ibam. Trus ngapain? oriflame-an jelas masih, walau ngesot, gak bakal berhenti, karna bisnis ini menjanjikan, tinggal kesungguhan aku aja buat jalanin. Trus apa lagi? bikin klappertart, dijual ke tetangga, kantor papap, dijualin juga sama tetangga dikantor mereka, Bismillah, semoga makin lama makin besar, aamiin..

Segini dulu ya,
ntar aku nulis lagi deh, yang lebih mutu dari ini hehehe....



Senin, 12 Januari 2015

ikannya mati

Seperti biasa,
Klo mama ada dirumah hari sabtu dan minggu,
Duo ganteng jadi macem-macem polahnya,
yang gak mau mandi,
gak mau makan,
dan gak mau tidur siang...

Kya minggu kemarin,
adek gak mau makan sama sekali,
susu doank,

Alhasil,
malam senin,
pas mas abim minta makan di mcD,
aku nanya ke adek,

"Adek, selain nasi kecap, adek maunya makan apa lagi?"
Dijawab cepat, "beng beng ma"
Oke, narik napas bentar...

"Kalo ikan goreng adek mau?"
"Jangan ma, kacian ikannya, nanti mati"

Sekuat tenaga aku nahan ketawa,
sambil mikir,
itu adek beneran kasian ikannya mati,
atau
karna gak mau makan ikan...

Gak tau deh,
cuma adek dan Tuhan yang tau

*halah